Cara Menentukan Jasa Outbound atau Provider Outbound yang Tepat
Outbound merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan antara fisik, mental dan intelensia dengan tujuan yang ditargetkan dan bisanya dilakukan di alam terbuka. Banyak sekali provider outbound yang bermunculan dengan permainan outbound yang berbeda-beda saat ini. Dengan semakin banyak provider jangan membuat kita semakin bingung dalam memilih provider untuk keperluan kita atau organisasi. Berikut ini cara memilih jasa outbound atau provider outbound yang tepat:
• Legalitas Provider Outbound
Sebelum menggunakan jasa provider outbound kita harus mengetahui legalitas dari provider outbound tersebut. Apakakah sudah memenuhi syarat legalitasnya?seperti apa?. Provider tersebut harus memiliki SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan), NPWP( Nomor Pokok Wajib Pajak), SKDP (Surat Keterangan Domisili Perusahaan), SPPKP( Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ) dan Akta Notaris Pendirian Perusahaan.
• Sumber Daya Manusia (SDM) Provider Outbound
Kita harus mengetahui kekuatan sumber daya manusianya dari segala sisi seperti umur, pendidikan, jumlah personel dan pengalamannya. Segi umur : Para trainer/instructor/facilitator (sebutan untuk sumber daya manusia provider outbound) harus berumur matang tetapi tidak terlalu tua berkisar umur 22-45 tahun. Pertanyaan kenapa? Karena kegiatan outound sangat memerlukan fisik yang lebih dari pada kegiatan yang lainnya. Tim Trainer/Instructor/Facilitator yang umur tua akan mengalami kekelahan atau tidak mampu secara maksimal dalam memberikan pelayanan karena harus menguasai area dan materi. Segi pendidikan: Pemberi materi atau intruksi minimal berpendidikan S3 dan trainer minimal SLTA sedrajat. Alangkah baiknya mempunyai pendidikan lebih minimal S1 .Kenapa? Seorang pemberi materi seharusnya orang ahlinya dalam bidangnya, tentu saja harus berwawasan lebih dan mengusai materi yang akan disampaikannya sehingga mudah diserap dan di praktekan. Begitu pula trainer, tidak hanya menghandalkan fisik dalam pelayanan jasa outbound tetapi dapat mengembangakan dan menerapkan dalam permainan yang di sesuaikan dengan materi yang diberikan maka dalam hal ini di perlukan latar belakang pendidikan yang lebih. Segi jumlah personel: Jumlah personel sangat berpengaruh dalam segi pelayanan. Alangkah tidak memungkinkan 2 personel melakukan outbound untuk 300 orang maka tidak akan maksimal dan profesional dalam pelayanan. Provider yang baik harus memiliki 10 orang personel tetapi harus mempunyai personel cadangan apabila jumlah orang yang di outbound sangat banyak. Segi Pengalaman: Pengalaman para trainer sangat dibutuhkan pada bidang ini apabila tidak berpengalaman sangat berisiko sekali. Dalam aktiviti rope (aktivitas tali-temali) seperti flaying fox apabila personel tidak mengusai tali temali akan berakibat fatal saat melekukan flying fox. Penguna jasa bisa terjatuh ke tanah dan akan mengakibatkan luka yang fatal atau nyawa melayang.
• Client Provider Tersebut
Kita harus mengetahui siapa saja client atau para pengguna jasa provider ini lalu galih informasi yang lebih dalam apakah memuaskan. Apabila para client provider ini perusahan besar atau ternama otomatis provider ini bisa dibilang profesional dalam segi pelayanan dan mutu materi yang yang disampaikan.
• Uji Coba Provider Tersebut
Tidak hanya percaya dengan informasi yang di dapat, tetapi kita dapat melakukan uji coba provider tersebut lalu bandingkan dengan uji coba dari provider lainnya. Pilih provider yang sesuai dengan kriteria yang kita inginkan dari segi persiapan, materi, permaianan dan lain-lain.
Karakteristik Experiential Learning
Kolb (dalam Fahturrohman 2015: 129) mengusulkan bahwa experiential learning mempunyai enam karakteristik utama, yaitu:
• Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses, tidak dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai.
• Belajar adalah suatu proses kontinu yang didasarkan pada pengalaman.
• Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara gaya-gaya yang berlawanan dengan cara dialektis.
• Belajar adalah proses yang holistik
• Belajar melibatkan hubungan antara seseorang dan lingkungan.
• Belajar adalah proses tentang menciptakan pengetahuan yang merupakan hasil dari hubungan antara pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi.
Fathurrohman (2015: 130) menyatakan “Experiental learning itu sendiri berisi tiga aspek, yaitu pengetahuan (konsep, fakta dan informasi), aktivitas (penerapan dalam kegiatan), dan refleksi (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan kontribusi penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran”. Ketiganya merupakan distribusi penting dalam tercapainya tujuan pembelajaraan.
Model Experiential Learning sebagai pembelajaran dapat dilihat sebagai sebuah siklus yang terdiri dari dua rangkaian yang berbeda, memiliki daya tangkap dalam pemahaman dan memiliki tujuan yang berkelanjutan. Bagaimanapun, kesemua itu harus diintegrasikan dengan urutan untuk mempelajari apa yang terjadi. Daya tangkap dalam memahami sesuatu sangat dipengaruhi oleh pengamatan yang dialami lewat pengalaman, sementara tujuan yang berkelanjutan berhubungan dengan perubahan dari pengalaman. Komponen-komponen tersebut harus saling berhubungan untuk memperoleh pengetahuan.
Fathurrohman (2015: 132) “Pengalaman yang dilakukan sendirian tidak cukup dijadikan pembelajaran, harus dilakukan secara terperinci dan perubahan yang dilakukan sendiri tidak dapat mewakili yang dibutuhkan pembelajaran, untuk itu diperlukan perubahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Model Experiential Learning mencoba menjelaskan mengapa pembelajaran lewat pendekatan pengalaman belajar berbeda dan mampu mencapai tujuan. Hal ini dibuktikan oleh berkembangnya kecakapan yang cukup baik yang dimiliki oleh beberapa individu setelah dibandingkan dengan individu lain”.
Fathurrohman (2015: 134) berpendapat bahwa “Pada dasarnya pembelajaran model Epxriental learning ini sangat sederhana dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (reflect), dan kemudian penerapan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), berbagi (share), analisis pengalaman tersebut (procces), menarik kesimpulan (generalize), dan penerapan (apply)”.
Masing-masing tujuan dari rangkaian tersebut kemudian muncullah langkah-langkah dalam proses pembelajaran, yaitu Concrete experience, Reflective observation, Abstract conceptualization, dan Active experimentation..
Fathurrohman (2015: 134-135) Adapun penjabaran dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
• Concrete experience (felling) : Belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik. Peka terhadap situasi.
• Reflective observation (watching) : Mengamati sebelum membuat suatu
keputusan dengan mengamati lingkungan dari perspektif -perspektif
yang berbeda.
• Abstract conceptualitation (thinking) : Analisis logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi.
• Active experimentation (doing) : Kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa. Termasuk pengambilan resiko. Implikasi itu yang diambilnya dari konsep-konsep itu dijadikan sebagai pegangannya dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru.
Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Experiental Learning
Dalam menerapkan model pembelajaran experiental learning guru harus memperbaiki prosedur agar pembelajarannya berjalan dengan baik. Menurut Hamalik (dalam Fathurrohman 2015: 136-137), mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiental learning adalah sebagai berikut :
• Guru merumuskan secara saksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) mengenai hasil yang potensial atau memiliki seperangkap hasil-hasil tertentu.
• Guru harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.
• Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok- kelompok kecil atau keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.
• Para siswa ditempatkan didalam situasi-situasi nyata pemecahan masalah.
• Siswa aktif berpartisipasi didalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri, menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut.
• Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubung dengan mata ajaran tersebut untuk memperluas belajar dan pemahaman guru melaksanakan pertemuan yang membahas bermacam- macam pengalaman tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip ini pun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik.
Kelebihan dan Kekurangan Model Experietal Learning
Fathurrohman, (2015: 138) menyatakan bahwa beberapa kelebihan model Experiental Learning secara individual adalah sebagai berikut :
• Meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri.
• Meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan pemecahan masalah.
• Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi yang buruk.
• Menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab.
• Mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik dan koordinasi.
Fathurrohman (2015: 138) Adapun kelebihan model dalam membangun dan meningkatkan kerja sama kelompok antara lain adalah :
• Mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antar sesama anggota kelompok.
• Meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
• Mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat tersembunyi dan kepemimpinan.
• Meningkatkan empati dan pemahaman antar sesama anggota kelompok.
Demikian tips memilih jasa outbound atau provider outbound yang tepat dan pengetahuan perihal karakteristik experiential learning dalam pengembangan softskill seseorang yang menunjang Integrasi. Jika ingin berdiskusi lebih lanjut tentang penerapannya, hubungi https://www.kuncoroleadership.org/ tim Jogja Outbound Specialist (JOS) Kuncoro Leadership Training & Consulting (KLTC)
Semoga artikel singkat tentang Cara Menentukan Jasa Outbound atau Provider Outbound yang Tepat yang singkat ini bermanfaat bagi Anda, dan jika artikel ini berguna dan menjadi referensi bagi Anda silakan bagikan artikel ini. Terima kasih telah berkunjung.
Komentar
Posting Komentar