KENAPA HARUS BERGABUNG DENGAN LINGKUNGAN YANG MEMAKSA UNTUK TUMBUH?
Hari ini ada tiga adik kelas meminta waktu atau pun ngewhatsapp gua nyuwun nasihat. Diantara mereka ada yang tahu kalau gua adalah tipe kakak kelas yang baru akan menasihati kalau diminta nasihat, baru akan memberikan masukan kalau diminta memberikan feedback. Atau kalau di paksa menasihati, gua sering kali malah menceritakan sesuatu hal.
Coba tebak kenapa gua memilih menceritakan sesuatu hal saat diminta nasihat? Karena supaya orang yang mendengar cerita itu tidak seperti dinasihati. Jadi biar lah mereka yang mengambil suatu pelajaran dari cerita itu. Juga agar cerita itu yang menjadi pengingat baginya untuk selalu melakukan introspeksi.
Adik Kelas Pertama
Karena dia udah tahu gua tipe orang yang baru akan menasihati kalau diminta nasihat, untuk adik kelas ini gua langsung to the point. Saat ia nyuwun nasihat, gua langsung menyampaikan apa adanya.
"Jadilah kaya agar berpengaruh! Bergabunglah dengan lingkungan yang memaksamu tumbuh! Dalami lah sesuatu hingga utuh! Praktekkan lah yang didapat sampai penuh! Dan bagikanlah sesuatumu hingga mengutuh!"
Tak bertele-tele, saat kalimat itu keluar, adik kelas ini langsung bilang, "Siap di pahami dan di laksanakan serta diamalkan"
Kenapa harus ada kalimat yang keluar untuk bergabung dengan lingkungan yang memaksa untuk tumbuh? Karena gua yakin, lingkungan adalah satu diantara yang pertama membentuk seseorang. Keyakinan itu dikuatkan waktu gua mendalami seni keilmuan NLP (Neuro Linguistic Programming) model NLL (Neuro Logical Level) di suatu perusahaan jasa dibidang SDM, Training Provider dan Human Resources Consulting yang berfokus pada pengembangan potensi diri berbasis ilmu Psychology, Neuro-Linguistic Programming, Hypnotherapy, Coaching, Experiential Learning dan Quantum Mind Technology.
Nah, untuk adik kelas gua satu ini tentang permintaan nasihat guna masa depannya. Gua menyarankan ia untuk:
1. Jadilah kaya agar berpengaruh. Kaya disini, bukan hanya kaya financial. Namun juga kaya mental, pengetahuan dan relasi.
2. Bagaimana kita bisa berpengaruh kalau tidak memiliki circle of excellent itu? Nihil, kan. Lingkungan yang memaksa loh ya. Bukan cuma sekadar mengajak. Yah, karena gua tahu adik kelas ini tipe yang perlu dipaksa supaya biasa agar menjadi budaya.
3. Untuk apa kita mengetahui sesuatu yang bermanfaat guna masa depan hanya kulitnya saja? Hmm... Habiskanlah tulangnya! Gerogoti saja sumsumnya. Supaya kita tidak hanya menjadi multitalenta, tetapi jua expert dalam seni yang kita geluti.
4. Tentu, praktek! Untuk apa kita mempelajari banyak ilmu kalau tidak di terapkan dalam keseharian? Percuma aje banyak pengetahuan hasil dari pengalaman kalau tidak di praktekkan, ya kan manteman? Katanya, "Experience is the best teacher, and the worst experiences teach the best lessons." ?
5. Bagikanlah sesuatu -yang memiliki nilai kebaikan- yang dimiliki hingga mengutuh! Supaya apa? Yap, betul. Supaya terus menerus melekat, tertanam dalam pribadi kita sendiri.
Adik Kelas Ke-Dua
"Kak, kenapa ya kok hidup gua ga indah? Bagi tips dong untuk gua mengelola hidup, supaya bisa menata hidup lebih indah" Tak berselang lama ia bertanya via chat whatsapp, gua langsung menyambut pertanyaannya. "Sini liburan ke Yogya."
Lho, kok orang minta tips malah di ajak liburan? Karena dari sebuah liburan kita di hadiahkan kesenangan. Dari sebuah perjalanan kita mendapatkan pengalaman. Dan dari pengalaman kita tak hanya mendapat pengetahuan, tetapi juga kenangan tentang indahnya sebuah kehidupan.
Adik Kelas Ke-Tiga
Adik kelas ketiga ini mengenal gua sebagai seorang santri. Kebetulan saat sedang resah dengan dirinya karena belum menemukan cara bagaimana cara menjaga wudhu, ia mengingat gua dan langsung menanyakan bagaimana cara gua menjaga wudhu.
Karena itu yang ia butuhkan jadilah gua menceritakan pengalaman pribadi. Gua sampaikan apa adanya, tidak ditambah dan tidak dikurang. Begini cerita yang gua ceritakan untuknya:
Sewindu lalu gua juga betul - betul kaku dengan penjelasan pentingnya menjaga wudhu. Pemahaman sewindu lalu, kalau wudhu gua batal, senantiasa gua harus kembali berwudhu. Pokoknya harus wudhu lagi, dan lagi - lagi wudhu kalau wudhu gua batal melulu. Menurut gua, ah ribet dah pokoknya kalau dikit-dikit wudhu.
Ada hari dimana gua baru menemukan tips bagaimana mudahnya menjaga wudhu. Tertulis di dinding walpaper hp rekan gua, "Minimal mau kemana-mana itu wudhu! Mau berangkat sekolah (kuliah), diskusi, ngopi, kemana pun lu pergi usahakan wudhu." Mudah banget kan yah?
Suatu ketika juga pas gua duduk sila sama guru, terbesit pertanyaan di benak gua begini, "Pak Kyai kalau ngejaga wudhu gimana sih?" Padahal belum terucap dari lidah gua pertanyaan itu. Pak Kyai seketika sampaikan ini, "Minimal mah yah. Kalau habis keluar dari kamar mandi itu ya wudhu. Sehabis mandi itu wudhu, sehabis buang air mancur yang tak pernah lurus itu juga sebaiknya wudhu." Pendeknya, setelah melakukan kegiatan apapun yang dilakukan di kamar mandi itu wudhu. Asyik nantinya, cobain yah!
Pernah juga di suatu malam menjelang latihan mati (tidur) gua diberi pertanyaan sama diri gua yang lain, "lu tau nggak kenapa penulis - penulis muslim dahulu karya - karyanya langgeng sampai sekarang?" Diri gua yang lain lagi menjawab, "sebab penulis - penulis muslim terdahulu tak pernah tak menjaga wudhu."
Aih, apa gua nulis beginian udah wudhu?
Dari perbincangan gua dengan ketiga adik kelas di atas, gua tersadar lagi begitu pentingnya lingkungan yang kita pilih. Apakah lingkungan kita saat ini sudah mengajak kita untuk tumbuh? Apakah lingkungan kita saat ini mampu memberi dampak agar kita selalu positif, unggul dan berkualitas? Mari kita memasukkan diri kita ke dalam lingkungan yang memaksa kita untuk tumbuh supaya kita semakin memiliki dampak baik untuk diri kita sendiri awalnya, selanjutnya untuk sekitar tentunya.
Artikel hari ini hanya itu.
Selamat latihan mati (tidur) dan semangat mendermakan, manteman.
Salam dari Sanggrahan
Komentar
Posting Komentar