Langsung ke konten utama

HANS GEORG GADAMER

 

           

Hans Georg Gadamer

            Hermeneutika dapat diartikan sebagai teori analisis dan praktik penafsiran terhadap teks. Sebagai kajian filsafat yang memiliki perbedaan dengan cara kerja epistemologi pada umumnya yang menitikberatkan ukuran kebenaran pada rasionalitas ilmiah hermeneutika mengandung kemahiran untuk memahami teks-teks yang berada pada ruang relativitas kultural dan historis dari setiap wacana manusia. Proses kegiatan reflektif terhadap pengetahuan dan karya manusia dalam teori hermeneutika selalu terkait dengan persoalan waktu, tempat, pencipta teks dan subjek penafsir. Makna dari sebuah teks dapat dipahami secara beragam oleh pembaca yang kemudian melahirkan penjelasan yang berbeda pula. Hal ini menandakan bahwa pembaca bisa mengalami kebingungan ketika dihadapkan pada berbagai dokumen yang berbeda penjelasannya. Karena itu, berhasil tidaknya pembaca menangkap pesan dari sebuah teks sangat tergantung pada upayanya mengatasi kesenjangan jarak, bahasa, kultur serta maksud pencipta teks. Hermeneutika dipandang sebagai kegiatan intelektual untuk “memikirkan kembali metafisika” dan “menerobos ke sebalik tabir epistemologi tradisional”. Para pencetus hermeneutika mengaitkan ikhtiar itu dengan keyakinan bahwa hasrat mencari makna dan memahami segala sesuatu yang dijumpai dalam kehidupan merupakan hal yang kodrati pada manusia, termasuk hasrat mencari makna dan keinginan memahami wacana filsafat, komunikasi, keagamaan dan sastra.

            Dalam studi komunikasi, Hermeneutika masuk dalam kajian kritis. Diakui bahwa Hermeneutika memberikan perspektif baru dalam studi komunikasi. Berawal ketika memandang sebuah percakapan bagian dari kehidupan manusia yang natural dan tidak terhindarkan. Bahkan, percakapan membentuk identitas individu dan kelompok. Teori kritis disini menunjukkan kepada kita bagaimana menggunakan bahasa dalam percakapan yang menciptakan pembagian sosial dan memegang teguh pandangan kesetaraan yang membentuk komunikasi dengan memberi wewenang kepada semua kelompok. Dalam tradisi fenomenologis juga menekankan proses interpretasi hanya saja pada teori fenomenologis melihat interpretasi sebagai sebuah proses pemahaman yang sadar dan hati – hati. Fenomenologi secara harafiah berarti penelitian tentang pengalaman sadar, dimana interpretasi mengambil peranan yang penting. Sementara Hermeneutika merupakan dasar bagi tradisi fenomenologis dalam penelitian pesan. Berkaitan dengan komunikasi, kita dapat menggunakan dua macam hermeneutika, yaitu hermeneutika sebagai perangkat memahami teks atau hermeneutika teks dan hermeneutika sebagai perangkat memahami kebudayaan hermeneutika sosial atau hermeneutika kultural.

            Teks semestinya dapat dibaca atau terbaca agar dapat meretas suatu pemahaman yang utuh. Menurut Gadamer, dirinya menganggap bahwa suatu teks hanya merupakan hasil intermedio dalam mana komunikasi hidup dibentuk dalam naskah yang ketat dan tetap (dalam bahasa dan tata bahasa), suatu abstraksi yang sangat berbeda dengan kebiasaan berbicara. Meski demikian teks juga bisa berbicara ketika dibacakan. Menurut Gadamer membaca mengandaikan mendengar.  Dia mengatakan bahwa istilah “gehort” dalam bahasa Jerman berarti melalui pendengaran seseorang berhasil memahami. Jadi,”berbicara, membaca, mendengar” merupakan satu kesatuan yang membentuk makna.

Jika digambarkan dalam proses komunikasi, “aku” si penafsir adalah sebagai komunikan. Sementara “teks” sebagai objek pesan yang ditafsirkan oleh  “aku” sebagai komunikan yang menerima. Sementara pembuat teks berperan sebagai komunikator. Teks komunikator adalah obyek pesan yang merupakan buah pikiran dari komunikator. Jika melihat dari pemikiran Schleiermarcher, proses pembentukan teks dari pikiran adalah proses interaksi dari dalam ke luar. Pengolahan pesan oleh Komunikator juga memiliki proses di dalam dunia mental dalam mendeskripsikan segala hal yang ingin disampaikannya melalui pikiran untuk bisa dibaca atau dipahami oleh penerima pesan (komunikan) nya. Fokus utama dari Hermeneutika adalah menjadikan suatu pesan asing yang kita baca, kita lihat, atau kita dengar dapat kita pahami. Komunikator adalah pembentuk pesan atau teks. Para pembuat teks juga sebagai pembentuk interpretatif dari peran awalnya untuk menyampaikan sebuah pesan. Komunikan adalah penerima pesan. Proses Hermeneutika bersifat tentatif yang dimana tidak semua komunikan mau untuk menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator. Biasanya pada objek yang yang ditafsir haruslah memiliki nilai pesan yang dapat memberikan penekanan makna tertentu sehingga mendorong keinginan komunikan untuk menafsirkan. Seperti dalam pesan pemberitaan media massa akan menjadi berarti dan menarik untuk ditafsirkan apabila pesan yang disampaikan lewat media memiliki nilai berita (News Value) serta peristiwa-peristiwa hangat yang memiliki kepentingan umum yang menjangkau khalayak luas dengan menimbulkan pemaknaan khusus.  Bukan hanya pesan media massa, tapi dalam pesan-pesan yang disampaikan dalam wujud wacana dan opini juga kerap memberikan interpretatif tersendiri.[1]

            Hans-Georg Gadamer (1900-2002). Hermeneutika Dialogis. Proyek filsafat Gadamer, dalam "Truth and Method adalah menguraikan konsep hermeneutika filosofis, yang dimulai oleh Heidegger namun tak pernah dibahasnya secara panjang lebar. Tujuan Gadamer adalah mengungkapkan hakikat pemahaman manusia.  Dalam bukunya Gadamer berargumen  "kebenaran" dan "metode" saling bertentangan. Ia bersikap kritis terhadap kedua pendekatan terhadap humaniora (Geisteswissenschaften).  Gadamer tentang hermeneutika antara lain adalah: 1) Hermeneutika merupakan suatu usaha filsafati untuk mempertanggung jawabkan pemahaman sebagai proses ontologism di dalam manusia.  Pemahaman bukan proses subyektif ataupun metode objektifitas melainkan modus existendi manusia. Karena setiap pemahaman merupakan peristiwa historical, dialektik dan kebahasaan, 2) Meskipun hermeneutic adalah pemahaman itu tidak bersifat metodis, tapi ontologism-dialektis, 3) Untuk dapat memahami sebuah teks kita harus membuang jauh segala bentuk prakonsepsi dengan maksud supaya kita menjadi terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh sebuah teks,  4) Sebuah teks baik itu berupa peraturan perundang-undangan maupun kitab suci, harus dipahami setiap saat, dalam setiap situasi khusus, dalam cara yang baru dan berbeda dengan yang lama, jika hal tersebut ingin dipahami sebagaimana mestinya, 5) Emapat faktor yang terdapat pada interpretasi; (a) Bildung yakni pembentukan jalan pikiran,  (b) Sensus communis yakni pertimbangan praktis yang baik, (c) Pertimbangan yakni menggolongkan hal-hal yang khusus atas dasar pandangan tentang yang universal, (d) Selera yakni keseimbangan antara insting panca indera dengan kebebasan intelektual. Gadamer lebih menekankan pemandangan Heidegger  mengerti merupakan suatu proses yang melingkar.  Untuk mencapai pengertian seseorang harus bertolak dari pengertian, misalnya untuk mengerti suatu teks maka harus memiliki pra pengertian tentang teks tersebut. Hal inilah yang oleh Gadamer diistilahkan dengan "lingkaran hermeneutis", akan tetapi tidak dapat ditarik suatu kesimpulan  lingkaran ini muncul jika kita membaca suatu teks.  Bagi Gadamer hakikat hermeneutika adalah ontologi dan fenomenologi pemahaman yakni, apa hakikat pemahaman dan bagaimana mengungkapkannya sebagaimana adanya.

            Sejalan dengan tesis Heidegger yang mengatakan  ada secara radikal historikal sifatnya, begitu pula Gadamer mengatakan  pemahaman bersifat historikal.  Hal ini berarti  pemahaman, bahkan manusia itu sendiri dikuasai oleh sejarah. Sejarah dan masa lalu adalah suatu struktur dengan pemahaman juga pengetahuan, pikiran kita. gerak historikal merupakan inti pemahaman.  Umumnya tanpa disadari, pemahaman adalah hasil interaksi masa lalu dan masa kini.   Menurut Gadamer, pemahaman selalu dapat diterapkan pada keadaan kita pada saat ini, meskipun pemahaman itu berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialektik dan bahasa. Karena itu pemahaman selalu mempunyai posisi, misalnya posisi pribadi kita sendiri saat ini pemahaman tidak pernah bersifat objektif dan ilmiah. Sebab pemahaman bukanlah mengetahui secara statis dan di luar kerangka waktu, tetapi selalu dalam keadaan tertentu.  Misalnya dalam sejarah semua pengalaman yang hidup itu menyejarah, bahasa dan pemahaman juga menyejarah. Interpretasi bukanlah sekedar sesuatu yang ditambahkan atau dipaksakan masuk ke dalam pemahaman. Memahami selalu dapat berarti membuat interpretasi. Karena itu interpretasi secara eksplisit adalah bentuk dari pemahaman. Tugas utama interpretator adalah menemukan pertanyaan yang padanya sebuah teks menghadirkan jawaban, memahami sebuah teks berarti memahami pertanyaan. Pada waktu yang sama sebuah teks hanya menjadi sebuah objek interpretasi dengan menghadirkan interpretator yang bertanya. Gadamer membedakan dua bentuk pemahaman, yaitu pemahaman terhadap truth content dan pemahaman terhadap intention. Memahami truth content atau makna yang dikandung dalam suatu proposisi berarti memahami substansi materi pokok dalam suatu teks atau proposisi. Misalnya seseorang memahami teori geometri Euclid, teori merton, fungsi manifest dan fungsi laten, di sini memahami berarti mengetahui kebenaran sesuatu pemahaman jenis ini mencakup pemahaman terhadap materi pokok. Berbeda dengan pemahaman yang kedua Intentionadalah memahami kondisi atau situasi di balik tindak ucapan atau tindak perbuatan, yakni memahami kondisi ekstra mengapa seseorang melakukan tindak pembunuhan yang jelas merupakan tindakan salah, apalagi terhadap keluarganya sendiri. Pemahaman jenis ini membutuhkan pemahaman terhadap kondisi pelaku, kondisi psikologi, atau situasi yang melingkunginya. Ucapan yang mudah dipahami adalah yang masuk akal, demikian pula tindakan. Gadamer menegaskan setiap pemahaman senantiasa merupakan suatu yang bersifat historis, dialektis dan kebahasaan. Kunci bagi pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan bukan manipulasi dan pengendalian.

             Menurut Gadamer hermeneutika berkaitan dengan pengalaman bukan hanya pengetahuan, berkaitan dengan dialektika bukan metodologi. Metode dipandang bukan merupakan suatu jalan untuk mencapai suatu kebenaran, karena metode mampu mengeksplisitkan kebenaran yang sudah implisit di dalam metode. Dalam proses pemahaman dan interpretasi dengan sistem dialektika ini, Gadamer meniscayakan empat faktor yang tidak boleh diabaikan.

              Pertama, bildung atau pembentukan jalan pikiran. Dalam kaitannya dengan proses pemahaman atau penafsiran, jika seseorang membaca sebuah teks, maka seluruh pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut akan ikut berperan. Dengan demikian, penafsiran dua orang yang memiliki latar belakang, kebudayaan, usia, dan tingkat pendidikan yang berbeda tidak akan sama. Dalam proses penafsiran, bildung sangat penting. Sebab, tanpa bildung, orang tidak akan dapat memahami ilmu-ilmu tentang hidup atau ilmu-ilmu kemanusiaan. Singkatnya, orang tidak dapat menginterpretasi ilmu-ilmu tersebut dengan caranya sendiri. 

            Kedua, sensus communis atau pertimbangan praktis yang baik atau pandangan yang mendasari komunitas. Istilah ini merujuk pada aspek-aspek sosial atau pergaulan sosial. Para filsuf zaman dulu menyebutnya dengan "kebijaksanaan". Istilah mudahnya adalah "suara hati". Misalnya, sejarawan sangat memerlukan sensus communis untuk memahami latar belakang yang mendasari pola sikap manusia.  

            Ketiga, pertimbangan, yaitu menggolongkan hal-hal yang khusus atas dasar pandangan tentang yang universal. Pertimbangan merupakan sesuatu yang berhubungan dengan apa yang harus dilakukan. Faktor ini memang sulit untuk dipelajari dan diajarkan. Faktor ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan kasus-kasus yang ada.  Faktor ini menjadi pembeda antara orang pintar dan orang bodoh. Orang bodoh yang miskin pertimbangan tidak dapat menghimpun kembali apa yang telah dipelajari dan diketahuinya sehingga ia tidak dapat mempergunakan hal-hal tersebut dengan benar.  

             Keempat, taste atau selera, yaitu sikap subjektif yang berhubungan dengan macam-macam rasa atau keseimbangan antara insting pancaindra dan kebebasan intelektual. Gadamer menyamakan selera dengan rasa. Dalam operasionalnya, selera tidak memakai pengetahuan akali. Jika selera menunjukkan reaksi negatif atas sesuatu, kita tidak tahu penyebabnya.  Singkatnya, kerangka pemikiran (worldview) dan pengetahuan (self-knowledge) manusia dibentuk dan mewujud dalam seluruh proses sejarah. Dari sini dapat disimpulkan  tugas utama hermeneutik adalah memahami teks (baca: sejarah dan tradisi) dan hakikat pengetahuan dalam tradisi hermeneutik filosofis Gadamer adalah pemahaman atau penafsiran (verstehen) terhadap teks tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi sang penafsir. Lingkaran Hermeneutika Gadamer.Gadamer menekankan, mengerti mempunyai struktur lingkaran. Maksudnya, agar seseorang dapat mengerti, maka sudah harus ada pengertian dan untuk mencapai pengertian, haruslah bertolak dari pengertian. Mudahnya, untuk mengerti suatu teks, sebelum itu telah ada pengertian tertentu tentang apa yang dibicarakan dalam teks itu. Tanpa hal tersebut, tidak mungkin seseorang memperoleh pengertian tentang teks tersebut. Jadi dengan membaca teks tersebut, prapengertian terwujud dalam pengertian yang sungguh-sungguh. Proses itulah yang disebut sebagai lingkaran hermeneutika oleh Heidegger dan Gadamer. Meski begitu, lingkaran sudah terdapat pada taraf yang paling fundamental, yang menandai keberadaan seseorang. Atau, mengerti tentang dunia bisa menjadi mungkin, jika telah ada prapengertian tentang dunia dan diri kita sendiri, yang memungkinkan keberadaan kita.Implikasi Bidang Akuntansi, dan Auditing: Dalam bidang Hermenutika pihak penulis laporan keuangan (Auditee) :  (a) tidak mungkin menulis laporan keungan dengan menginterperatasikan  SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), dan SPAP atau Standar  Audit  , dan transaksi menjadi dapat dipercaya dan handal karena (1) Tulisan adalah pada targetnya dunia mental penulis saja dan tidak masuk dalam dunia batin.  SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), SPAP  atau Standar Audit memuat unsur pemahaman batin  yang merupakan  fenomena kemanusian, (2) memahami SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), SPAP  atau Standar Audit, dan transaksi  kemudian melakukan jurnal pencatatan adalah seni memahami retorika, dialektika, logika, seni bicara  (retorika),  seni menulis, seni memahami gramatis (kalimat gaya bahasa simantik, kata-kata dipakai, sejarah) interprestasi dunia psikologis mental (apa kiranya yang/isi kembali  dipikir penulis). (3) Memahami SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), adalah memahami isi pikiran IAPI artinya kalimat kereta isi pikiran atau isi kalimat atau lingkaran hermeneutika,  Jadi memahami SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), SPAP  atau Standar Audit adalah memahami bagian bagian bagian juga adalah keseluruahan dan bersama sama. Kalimat bisa isi pikiran bisa juga tidak, (=bukan manusia mengucapkan kalimat, tapi kalimat adalah mengungkapkan manusia).  Sama seperti Tubuh, dan Jiwa sebagai satu kesatuan. Saya berkesimpulan auditee (penulis) laporan keuangan tidak mampu memahami SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP),sebagai isi pikiran Dewan Standar Akuntan Indonesia (IAI/IAPI), atau tulisan SAK sebagai isi batin IAI/IAPI. Implikasi kedua adalah pemahaman SAK oleh klien (auditee) adalah (1) membedakan antara fisiologi, psikologi) sebagai objek yang di ketahui.  Cara memahami mengatahui alam (memahami dari aspek luar = fisiologi= lahiriah = dokter boleh melakukan apa saja menjadi pasien) atau Naturwissenschaf. Naturwissenschaften(mengamati dari luar sisi fisik) (2) Cara memahami Manusia (memahami dari dalam manusia = psikologi = objek dalam person = dimensi batiniahnya). Geisteswissenschaften  (Roh, atau sebagai dimensi mental, tubuh, jiwa, roh) Maka kegagalan auditee memahamu SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), akibat dua persoalan ini sebagai dasar epistimologi meneliti manusia dari dua sisi ini,  sebagai tendensi mencari justifikasi pengetahuan, agar ada rasional supaya kita percaya laporan keuangan tersebut.  Implikasi pada auditee (klien) sebagai penyusun laporan keuangan adalah pentingnya IAI/IAPI melakukan partisipasi dalam pelatihan dan ikut menyusun SAK agar terjadi memahami manusia (memahami dari dalam manusia =psikologi = objek dalam person = dimensi batiniahnya) dengan ikut berpartisipasi.  Terdapat ruang yang luas secara kognitif antara penyusun SAK, dengan pengguna SAK atau innenleben (perbedaan penghayatan batin lain dua belah pihak). Dua pihak ini penyusun SAK dan pengguna SAK punya konteks bersama (tipis atau/ tebal), dalam pertukaran simbol. Konteks bersama sedikit paham atau banyak untuk paham cara budaya mereka.  Tapi warga Profesi Akuntansi sesama penyusun SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), terdapat  saling tebal saling pemahaman, lebih cepat dan tepat melihatnya dan menerapkan dalam laporan keuangan, sebaliknya entitas pemakai SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), beragam ragam baik dari sisi ukuran perusahan, jenis industry, dan kompetensi sumber daya manusia.  Implikasi berikutnya akibat terdapat jarak pemahaman antara penyusun SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP), dan pengguna SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP),  adalah (1) memahami SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP) dengan versi IAPI mengalami dengan cara pengguna (klien) adalah salah. Maka memahami harus ditanyakan ke mereka IAPI sendiri itu baru benar. Karena itu ada dua bentuk pemahaman yakni  ERKLAREN (eksplanasi), fakta empirik, sisi luar proses objektif, fakta fisik, analisis kausal,  dan  VERSTEHEN (Understanding),  sisi dalam, fakta mental, berpartisipasi dalam komunitas, dan  life expression. (Verstehen=Understanding), pertukaran simbol dalam percakapan dan kehidupan batinnya.  Dunia Sosial Historis (Masyarakat) dunia konstruksi intelektual terjadi sebagai objektivitas tertentu. (Von  innen leben  verstehen) Hasil penelitian menunjukkan kedua aspek ini tidak terjadi selama ini, sehingga dianggap sebagai kendala dalam penyusunan laporan keuangan berkualitas. Implikasi berikutnya adalah kesalahpahaman ini akan berlanjut pada memahami Geisteswissenschaften  dunia sosial Histroris  adalah masyarakat adalah teks, dunia konstruksi intelektual akal manusia terjadi sebagai  mengalami objektivitas tertentu.  Memiliki ciri faktual tertentu, interpretasi bersama-sama saling mempengaruhi dan akhirnya mempangaruhi mereka.  Sekalipun tidak semua bisa ditulis, bisa ditulis seklipun ada, atau dilarang ditulis sesuatu yang belum semua di tulis, tetapi ada yang tetap ada sestuatu yang stabil universal umat manusia disebut Roh Objektif yang keliru dipahami oleh IAPI/IAI dalam penyusunan SAK (Syariah, ETAP, IFRS, ASP).  Sedangkan implikasi terakhir adalah tentang problem Popper paradigm  Kuhn ...P1 (Problem 1, TS (Tentatif-Solution), EE (Error-Elimination), dan P2 mengadakan refutasi atau falsifikasi pada suatu standar akuntansi akan mengalami problem 1 ke problem 2, karena itulah SAK tambah tebal, tetapi masalah tambah banyak dan menjadi terjebak didalam anomali.

 Daftar Pustaka

            https://www.kompasiana.com/balawadayu/5a6428e4cbe5237ce978a052/transformasi-filsafat-hermenetika-jerman-untuk-akuntansi-dan-auditing-pemikiran-schleimacher-dilthay-gadamer-studi-etnografi-genealogi-pada-kap-di-jakarta

            https://metateoricomm.wordpress.com/hermeneutika/ di akses pada hari senin 8 November 2021 pukul 20:00

 

 

 

 



[1] https://metateoricomm.wordpress.com/hermeneutika/ di akses pada hari senin 8 November 2021 pukul 20:00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesurupan Setan?

 CERITA: Obrolan di Warung Kopi yang Bikin Ustadz Nyerah Di sebuah warung kopi dekat kampus,  ada obrolan panas antara tiga orang:  - Aab, mahasiswa psikologi  - Ustadz Miqdam, dai muda yang aktif di kajian  - Pak Juki, tukang ojek yang suka baca Al-Qur’an sambil nunggu penumpang  Topiknya:  "Setan dan kesurupan itu nyata nggak sih?" Ustadz Miqdam langsung angkat suara: “Jelas nyata! Setan itu makhluk halus, diciptakan dari api, suka goda manusia, masuk ke tubuh lewat telinga, dan bikin orang kesurupan, teriak-teriak, sampai harus dipanggilkan guru spiritual!” Aab nyeruput kopi, lalu senyum: “Kalau setan bisa masuk lewat telinga… berarti dia kena otitis eksterna, Pak Ustadz.”  Semua tertawa.  Termasuk Ustadz Miqdam.  Tapi dia balik: “Kamu mau bantah dalil dengan canda?”  Aab santai: “Nggak, Pak. Saya mau bantah kebingungan dengan fakta.  Boleh saya tanya:  Kalau setan itu nyata, kenapa nggak pernah muncul di rekaman MRI? K...

Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko

 Judul: Naka, Layya, dan Anin: Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko Di sebuah kafe kecil dengan meja kayu yang sederhana, Naka, Layya, dan Anin berkumpul sambil berbagi cerita. Di antara suara gelas dan obrolan ringan yang ramai, Mereka membahas sesuatu yang nyata, sering dianggap remeh tapi penting di kehidupan ini: uang, waktu, dan risiko. Naka: "Kenapa Uang Itu Selalu Jadi Topik Penting?" Naka membuka percakapan dengan serius, “Kenapa sih, uang itu selalu jadi topik yang bikin semua orang serius? Aku lihat Ayah dan Ibu sering bicara soal anggaran, Kadang mereka terlihat khawatir, kadang mereka terlihat lega setelah membuat perhitungan.” Anin tersenyum sambil menyeruput teh, “Karena uang itu alat, Naka, bukan tujuan. Ayahku bilang, ‘Anin, uang itu bukan segalanya, Tapi kalau kamu nggak bisa mengelolanya, kamu bisa kehilangan banyak hal yang penting di dunia.’” Layya menimpali, “Benar. Ibu bilang, uang itu seperti benih, Kalau kamu tanam dengan baik, dia akan tumbuh menjadi po...

Petani dan Air Hujan

Cerita Singkat: Petani dan Air Hujan Di sebuah desa, hidup seorang petani muda yang rajin.   Setiap pagi dia bangun lebih awal, mencangkul, menyiangi rumput, menyiram sawah.   Tapi musim kemarau datang.   Hujan tidak turun selama 3 bulan.   Sawah kering. Benih mati.   Orang-orang bilang:   "Kamu sudah gagal. Berhentilah." Tapi petani itu tidak berhenti.   Dia tetap mencangkul tanah yang kering.   Anak-anak desa heran:   "Untuk apa mencangkul tanah kering?" Dia tersenyum:   > "Aku tidak mencangkul untuk menanam hari ini.   > Aku mencangkul agar tanah siap —   > saat hujan akhirnya turun." 6 minggu kemudian, hujan turun deras.   Petani itu langsung menabur benih.   Sementara petani lain masih sibuk memperbaiki lahan yang keras,   dia sudah mulai menanam.   Musim panen tiba.   Lahannya menghasilkan padi paling sub...