Langsung ke konten utama

MAU MENANAM APA?

10 Januari 2021


Katanya: Manusia dikaruniai kemampuan berpikir dan kecerdasan yang lebih tinggi daripada makhluk lain. Masa iya? Kalau iyaaa. Seharusnya, dengan kemampuan ini diharapkan manusia lebih lekas memahami dan mampu menghindar dari segala marabahaya yang akan mencelakakan dirinya! Kenyataannya? Karena daya kemampuan berpikir ini, -banyak bukti- manusia sering lupa daratan, banyak yang berubah menjadi serakah dan sombong, bukannya menggunakan akal pikiran untuk menjaga diri dan lingkungan hidupnya, melainkan berlomba-lomba menari di atas gelombang marabahaya untuk mencuri gengsi. HEHE. Banyak juga manusia yang stres gara-gara suka sekali membanding-bandingkan kesuksesan dirinya dengan keberhasilan manusia lain sehingga akhirnya yang memilih jalan itu jatuh nestapa dan berumur pendek! (MOGA-MOGA KITA BUKAN TERMASUK DALAM GOLONGAN YANG SUKA MEMBANDINGKAN)


Oleh karena itu, manusia yang telah memiliki bekal seharusnya bisa menjaga dirinya dengan baik, selalu hidup sederhana jauh dari segala nafsu keserakahan, berusaha memiliki sifat bijak yang suka menolong makhluk lain tanpa pamrih, tidak iri atas keberhasilan manusia lain, selalu welas asih dan bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan kepada dirinya! Katanya: Manusia yang memiliki dasar seperti inilah yang bisa hidup lebih bahagia, panjang umur, selalu sehat, murah rezeki, dapat pantulan -cermin/jodoh- yang baik dan selamat! Dengan kata lain, semua binatang buas seolah-olah tidak mampu menyakitinya, senjata perang pun kehilangan daya untuk melukainya. Kok bisa gitu? Ya iyalah masa ya iya dong, sebab manusia yang memiliki bekal sama sekali tidak punya penyebab yang bisa mencelakai hidupnya. 


TANAM PADI BERBUAH PADI,

TANAM LABU BERBUAH LABU!


Selamat Memupuk Kebijakan &

Semangat Mempercantik Budi Pekerti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesurupan Setan?

 CERITA: Obrolan di Warung Kopi yang Bikin Ustadz Nyerah Di sebuah warung kopi dekat kampus,  ada obrolan panas antara tiga orang:  - Aab, mahasiswa psikologi  - Ustadz Miqdam, dai muda yang aktif di kajian  - Pak Juki, tukang ojek yang suka baca Al-Qur’an sambil nunggu penumpang  Topiknya:  "Setan dan kesurupan itu nyata nggak sih?" Ustadz Miqdam langsung angkat suara: “Jelas nyata! Setan itu makhluk halus, diciptakan dari api, suka goda manusia, masuk ke tubuh lewat telinga, dan bikin orang kesurupan, teriak-teriak, sampai harus dipanggilkan guru spiritual!” Aab nyeruput kopi, lalu senyum: “Kalau setan bisa masuk lewat telinga… berarti dia kena otitis eksterna, Pak Ustadz.”  Semua tertawa.  Termasuk Ustadz Miqdam.  Tapi dia balik: “Kamu mau bantah dalil dengan canda?”  Aab santai: “Nggak, Pak. Saya mau bantah kebingungan dengan fakta.  Boleh saya tanya:  Kalau setan itu nyata, kenapa nggak pernah muncul di rekaman MRI? K...

Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko

 Judul: Naka, Layya, dan Anin: Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko Di sebuah kafe kecil dengan meja kayu yang sederhana, Naka, Layya, dan Anin berkumpul sambil berbagi cerita. Di antara suara gelas dan obrolan ringan yang ramai, Mereka membahas sesuatu yang nyata, sering dianggap remeh tapi penting di kehidupan ini: uang, waktu, dan risiko. Naka: "Kenapa Uang Itu Selalu Jadi Topik Penting?" Naka membuka percakapan dengan serius, “Kenapa sih, uang itu selalu jadi topik yang bikin semua orang serius? Aku lihat Ayah dan Ibu sering bicara soal anggaran, Kadang mereka terlihat khawatir, kadang mereka terlihat lega setelah membuat perhitungan.” Anin tersenyum sambil menyeruput teh, “Karena uang itu alat, Naka, bukan tujuan. Ayahku bilang, ‘Anin, uang itu bukan segalanya, Tapi kalau kamu nggak bisa mengelolanya, kamu bisa kehilangan banyak hal yang penting di dunia.’” Layya menimpali, “Benar. Ibu bilang, uang itu seperti benih, Kalau kamu tanam dengan baik, dia akan tumbuh menjadi po...

Petani dan Air Hujan

Cerita Singkat: Petani dan Air Hujan Di sebuah desa, hidup seorang petani muda yang rajin.   Setiap pagi dia bangun lebih awal, mencangkul, menyiangi rumput, menyiram sawah.   Tapi musim kemarau datang.   Hujan tidak turun selama 3 bulan.   Sawah kering. Benih mati.   Orang-orang bilang:   "Kamu sudah gagal. Berhentilah." Tapi petani itu tidak berhenti.   Dia tetap mencangkul tanah yang kering.   Anak-anak desa heran:   "Untuk apa mencangkul tanah kering?" Dia tersenyum:   > "Aku tidak mencangkul untuk menanam hari ini.   > Aku mencangkul agar tanah siap —   > saat hujan akhirnya turun." 6 minggu kemudian, hujan turun deras.   Petani itu langsung menabur benih.   Sementara petani lain masih sibuk memperbaiki lahan yang keras,   dia sudah mulai menanam.   Musim panen tiba.   Lahannya menghasilkan padi paling sub...