Langsung ke konten utama

Bagaimana Kita Menghadapi Risiko, Pelatih?

 Siswa: "Bagaimana Kita Menghadapi Risiko, Pelatih?"


Saat Pelatihan Pengkaderan ada Siswa mengajukan pertanyaan yang begitu tajam, “Kalau uang dan waktu kan bisa dikelola, gimana dengan risiko, Pelatih? Apa kita harus selalu menghindari risiko,

Atau kita harus berani mengambilnya dengan perhitungan?”


Saya mencoba -so so an- merenung (trick biar keliatan keren saat jadi pembicara), lalu berkata, “Ayah saya pernah bilang, ‘Risiko itu ada di mana-mana, bahkan nggak ngapa-ngapain juga punya risiko: kamu akan tertinggal, sementara dunia terus berlari.’


Poinnya, "risiko itu bukan untuk dihindari,

Tapi untuk dipahami dan dikelola dengan hati-hati.”


Pelatih tersenyum dan melanjutkan, “Bukan cuman uang dan waktu, risiko juga bisa dikelola. Makanya ada ilmu Management Risiko. Kalau kamu memilih takut gagal melulu, kamu nggak akan pernah tahu apa yang bisa kamu capai."


Namun Pelatih juga menyampaikan, "BERANI menghadapi risiko itu juga BUKAN berarti NEKAD, Beran3i itu BERARTI tahu risikonya, lalu MENYIAPKAN LANGKAH-LANGKAH untuk MENGHADAPINYA."


O iya Ibu saya juga pernah menyampaikan, "Kalau kamu sudah tahu risikonya, pastikan kamu punya rencana cadangan. Dan yang paling penting, jangan habiskan semuanya di satu tempat."


Siswa butuh validasi, “Jadi, risiko itu bukan untuk ditakuti. Tetapi dipahami dan dihadapi dengan persiapan yang matang, ya?”


Pelatih menjawab, “Benar sekali. Dunia ini penuh ketidakpastian,

Tapi kalau kita selalu lari dari risiko, kita ngga akan pernah bertumbuh berdampak berproses berprogress."


Terakhir, “Dan risiko itu seperti pintu,” lanjut Pelatih. “Kalau kita berani membukanya, kita mungkin menemukan sesuatu yang jauh lebih besar dari ketakutan kita.”

 

Karena di dunia yang penuh pilihan dan tantangan, maka risiko adalah sesuatu hal yang harus dikelola dengan bijaksana. Agar apa? Jelas, agar hidup menjadi lebih bermakna, bukan hanya sekadar berjalan apa adanya.

_

Hidup yang bermakna bukan tentang seberapa jauh kita berjalan, tapi tentang bagaimana kita berjalan, siapa yang kita bantu, dan keberanian kita untuk menghadapi tantangan dengan hati yang terbuka. Karena pada akhirnya, yang benar-benar penting bukan apa yang kita raih, tapi jejak baik yang kita tinggalkan di hati orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesurupan Setan?

 CERITA: Obrolan di Warung Kopi yang Bikin Ustadz Nyerah Di sebuah warung kopi dekat kampus,  ada obrolan panas antara tiga orang:  - Aab, mahasiswa psikologi  - Ustadz Miqdam, dai muda yang aktif di kajian  - Pak Juki, tukang ojek yang suka baca Al-Qur’an sambil nunggu penumpang  Topiknya:  "Setan dan kesurupan itu nyata nggak sih?" Ustadz Miqdam langsung angkat suara: “Jelas nyata! Setan itu makhluk halus, diciptakan dari api, suka goda manusia, masuk ke tubuh lewat telinga, dan bikin orang kesurupan, teriak-teriak, sampai harus dipanggilkan guru spiritual!” Aab nyeruput kopi, lalu senyum: “Kalau setan bisa masuk lewat telinga… berarti dia kena otitis eksterna, Pak Ustadz.”  Semua tertawa.  Termasuk Ustadz Miqdam.  Tapi dia balik: “Kamu mau bantah dalil dengan canda?”  Aab santai: “Nggak, Pak. Saya mau bantah kebingungan dengan fakta.  Boleh saya tanya:  Kalau setan itu nyata, kenapa nggak pernah muncul di rekaman MRI? K...

Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko

 Judul: Naka, Layya, dan Anin: Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko Di sebuah kafe kecil dengan meja kayu yang sederhana, Naka, Layya, dan Anin berkumpul sambil berbagi cerita. Di antara suara gelas dan obrolan ringan yang ramai, Mereka membahas sesuatu yang nyata, sering dianggap remeh tapi penting di kehidupan ini: uang, waktu, dan risiko. Naka: "Kenapa Uang Itu Selalu Jadi Topik Penting?" Naka membuka percakapan dengan serius, “Kenapa sih, uang itu selalu jadi topik yang bikin semua orang serius? Aku lihat Ayah dan Ibu sering bicara soal anggaran, Kadang mereka terlihat khawatir, kadang mereka terlihat lega setelah membuat perhitungan.” Anin tersenyum sambil menyeruput teh, “Karena uang itu alat, Naka, bukan tujuan. Ayahku bilang, ‘Anin, uang itu bukan segalanya, Tapi kalau kamu nggak bisa mengelolanya, kamu bisa kehilangan banyak hal yang penting di dunia.’” Layya menimpali, “Benar. Ibu bilang, uang itu seperti benih, Kalau kamu tanam dengan baik, dia akan tumbuh menjadi po...

Petani dan Air Hujan

Cerita Singkat: Petani dan Air Hujan Di sebuah desa, hidup seorang petani muda yang rajin.   Setiap pagi dia bangun lebih awal, mencangkul, menyiangi rumput, menyiram sawah.   Tapi musim kemarau datang.   Hujan tidak turun selama 3 bulan.   Sawah kering. Benih mati.   Orang-orang bilang:   "Kamu sudah gagal. Berhentilah." Tapi petani itu tidak berhenti.   Dia tetap mencangkul tanah yang kering.   Anak-anak desa heran:   "Untuk apa mencangkul tanah kering?" Dia tersenyum:   > "Aku tidak mencangkul untuk menanam hari ini.   > Aku mencangkul agar tanah siap —   > saat hujan akhirnya turun." 6 minggu kemudian, hujan turun deras.   Petani itu langsung menabur benih.   Sementara petani lain masih sibuk memperbaiki lahan yang keras,   dia sudah mulai menanam.   Musim panen tiba.   Lahannya menghasilkan padi paling sub...