Langsung ke konten utama

QUESTIO - BAB 3

Pertanyaan—Seni Kuno yang Terlupakan

“Hidup bukan tentang memiliki semua jawaban. Hidup adalah tentang berani bertanya.”

Setelah perjalanan emosional dan reflektif di dua bab sebelumnya, mari kita rehat sejenak. Tapi jangan salah, ini bukan rehat yang kosong. Ini rehat yang memberi ruang untuk tertawa, berpikir, dan menyadari bahwa ternyata... bertanya itu tidak sesederhana yang kita kira.

Pernahkah kamu bertanya, "Kenapa kita bertanya?" atau "Sejak kapan manusia mulai bertanya?" Atau bahkan, "Apakah bertanya itu naluriah, atau hasil belajar?" Bab ini bukan hanya intermezzo. Ini adalah laboratorium kecil yang unik dan cerdas, tempat kita mengulik ulang apa itu pertanyaan, dari sisi yang mungkin belum pernah kamu pikirkan.

Mari kita mulai.


1. Pengertian Pertanyaan: Lebih dari Sekadar Tanda Tanya

Pertanyaan bukan sekadar kalimat yang diakhiri dengan tanda tanya. Ia adalah jendela menuju kesadaran. Kadang ia muncul dari rasa ingin tahu, kadang dari rasa takut, kadang dari cinta, kadang juga dari kegelisahan.

“Pertanyaan yang baik seringkali lebih berharga daripada jawaban yang cepat.”

Secara sederhana, pertanyaan adalah ekspresi dari pencarian. Dalam konteks manusia, ia adalah perwujudan dari kesadaran akan ketidaktahuan—dan keinginan untuk memahami.

Dan lucunya, banyak orang lebih takut terlihat bodoh karena bertanya, daripada benar-benar menjadi bodoh karena tidak bertanya.


2. Sejarah Pertanyaan: Dari Api Sampai AI

Sejak manusia pertama kali menemukan api, mungkin ada seseorang yang bertanya, "Kenapa benda ini panas dan menari?" Pertanyaanlah yang membawa kita dari gua ke Google.

Dari Socrates yang senang menjebak muridnya dengan pertanyaan membingungkan, hingga anak kecil hari ini yang bertanya, "Kenapa langit biru?"—bertanya adalah bagian dari evolusi peradaban.

“Manusia berkembang bukan karena tahu segalanya, tapi karena terus bertanya.”


3. Tujuan & Manfaat Bertanya

  • Untuk belajar

  • Untuk memahami orang lain

  • Untuk membuka dialog

  • Untuk memantik kesadaran

  • Untuk membongkar asumsi

  • Untuk mendekatkan hubungan

  • Untuk merancang masa depan

  • Untuk menghindari konflik yang tak perlu

Dan kadang… hanya untuk lucu-lucuan:

"Dibungkus bukan bungkusan, ditanam bukan tanaman, apa hayo?"


4. Metode-Metode Bertanya: Dari yang Bikin Nyaman sampai Bikin Keki

  • Pertanyaan terbuka: “Apa yang kamu rasakan hari ini?”

  • Pertanyaan tertutup: “Kamu suka atau nggak?”

  • Pertanyaan retoris: “Masa sih kamu nggak ngerti juga?”

  • Pertanyaan investigatif: “Apa yang membuatmu merasa seperti itu?”

  • Pertanyaan memancing: “Jadi kamu bilang dia yang salah?”

  • Pertanyaan reflektif: “Apa pelajaran penting dari pengalaman ini?”

  • Pertanyaan transformatif: “Bagaimana kamu akan berbeda setelah ini?”

  • Pertanyaan meta: “Kenapa pertanyaan ini penting untuk kamu?”

“Jenis pertanyaan yang kamu gunakan menentukan kualitas obrolan yang kamu bangun.”


5. Tahapan & Jenis-Jenis Pertanyaan

Ada pertanyaan dasar: siapa, apa, di mana. Ada pertanyaan lanjut: mengapa, bagaimana, lalu apa selanjutnya. Ada pertanyaan reflektif: bagaimana perasaanmu soal itu? Apa yang kamu pelajari dari pengalaman itu? Ada pertanyaan taktis: untuk menggali, mengejar, mengkonfirmasi, menantang. Ada pertanyaan eksistensial: tentang makna, tujuan, identitas. Ada pertanyaan strategis: tentang arah dan keputusan besar. Ada pertanyaan kontemplatif: yang tak perlu dijawab langsung, hanya direnungkan. Ada pertanyaan paradoks: yang jawabannya bertolak dari logika biasa.

“Pertanyaan-pertanyaan reflektif adalah kunci membuka ruang terdalam dalam diri manusia.”


6. Kapan Pertanyaan Diperlukan?

  • Saat kamu tidak tahu

  • Saat kamu ingin tahu

  • Saat kamu ingin mendengar, bukan bicara

  • Saat kamu ingin membuka pintu kesadaran, bukan menutup perdebatan

  • Saat kamu ingin mencintai dengan lebih peka

  • Saat kamu hendak mengambil keputusan besar

  • Saat kamu ingin mengoreksi arah hidup

  • Saat kamu ingin memaafkan

“Bertanya bukan berarti lemah. Bertanya adalah tanda bahwa kamu cukup kuat untuk tidak pura-pura tahu.”


7. Jurus Pamungkas Untuk Bertanya

Ada jurus-jurus khusus yang bisa kamu latih:

  • Jurus Diam Dulu: tunggu sebentar sebelum bertanya, agar pertanyaanmu lebih tajam

  • Jurus Empati: bertanyalah dari hati, bukan dari ego

  • Jurus Tiga Lapisan: ajukan pertanyaan susulan untuk menggali lebih dalam

  • Jurus Cermin: tanyakan kembali apa yang kamu dengar, untuk memastikan pemahaman

  • Jurus Reframe: ubah cara bertanya agar tidak menghakimi

  • Jurus Cahaya: pakai pertanyaan untuk membuka harapan

  • Jurus Konfirmasi: bertanya ulang agar pesan tidak salah tangkap

  • Jurus Void: izinkan keheningan menjawab lebih banyak dari kata-kata

Contoh:

  1. “Apa yang paling kamu takutkan akhir-akhir ini?”

  2. “Apa yang membuatmu takut itu terasa begitu nyata?”

  3. “Apa yang kamu butuhkan agar bisa berdamai dengan ketakutan itu?”

“Pertanyaan bukan hanya alat bicara, tapi jembatan untuk masuk ke dunia batin orang lain.”


8. Tips & Tricks: Cara Bertanya yang Disukai Para Profesional, Akademisi, dan Pengusaha Sukses

  • Gunakan nada suara tenang dan penuh respek. Nada bicara menciptakan ruang aman untuk menjawab.

  • Perhatikan bahasa tubuh: tatapan mata hangat, postur terbuka, dan ekspresi wajah yang empatik membuat lawan bicara lebih nyaman.

  • Jangan tergesa-gesa. Beri jeda agar lawan bicara merasa dihargai.

  • Ulangi poin penting dari lawan bicara sebelum bertanya lebih lanjut. Ini menunjukkan kamu benar-benar mendengarkan.

  • Gunakan kata-kata seperti “Saya penasaran…”, “Boleh saya tahu lebih dalam…?”, atau “Menurutmu pribadi, bagaimana…?” untuk membangun suasana dialog bukan interogasi.

  • Hindari multitasking saat bertanya. Fokus penuh menciptakan rasa dihargai.

  • Hindari menyela. Izinkan lawan bicara menyelesaikan jawabannya.

  • Gunakan 'pertanyaan terbuka' untuk eksplorasi, dan 'pertanyaan tertutup' untuk klarifikasi.

“Bertanya itu bukan tentang membuat orang lain menjawab. Tapi tentang menunjukkan bahwa kamu peduli.”


9. Pilar-Pilar Bertanya: Fondasi dari Kekuatan Intelektual dan Emosional

Berdasarkan hasil diskusi dengan para mentor dan riset dari berbagai jurnal komunikasi, psikologi dan pendidikan serta berkat senandika, inilah pilar bertanya yang efektif:

  1. Keingintahuan (Curiosity) — tanpa rasa ingin tahu, tak akan lahir pertanyaan.

  2. Kesadaran Diri (Self-Awareness) — bertanya dari ruang batin, bukan sekadar lisan.

  3. Tujuan yang Jelas (Purpose) — setiap pertanyaan harus punya arah.

  4. Empati (Empathy) — bertanya untuk mengerti, bukan menghakimi.

  5. Keberanian (Courage) — tak semua pertanyaan mudah ditanyakan.

  6. Ketulusan (Sincerity) — pertanyaan yang baik lahir dari hati, bukan kepentingan.

  7. Ketepatan Bahasa (Clarity) — pilih diksi yang tidak bias atau menyesatkan.

  8. Kesiapan Mendengar (Readiness to Listen) — pertanyaan yang baik selalu menyiapkan ruang untuk mendengar.

“Bertanya adalah tanda bahwa kita belum menyerah untuk belajar.”


Menyambut Cermin dari Luar

Kini kita tahu: bertanya itu bukan sekadar berbicara. Ia adalah bentuk mendengar yang paling aktif.

Di bab selanjutnya, kita akan mulai memasuki tema besar: Relasi. Tapi kali ini, kita akan melihatnya bukan sebagai orang yang ingin didengar, tapi sebagai jiwa yang siap mendengar.

“Dunia tidak kekurangan suara. Dunia kekurangan pertanyaan yang lahir dari ketulusan.”

Selamat bertanya. Selamat tumbuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesurupan Setan?

 CERITA: Obrolan di Warung Kopi yang Bikin Ustadz Nyerah Di sebuah warung kopi dekat kampus,  ada obrolan panas antara tiga orang:  - Aab, mahasiswa psikologi  - Ustadz Miqdam, dai muda yang aktif di kajian  - Pak Juki, tukang ojek yang suka baca Al-Qur’an sambil nunggu penumpang  Topiknya:  "Setan dan kesurupan itu nyata nggak sih?" Ustadz Miqdam langsung angkat suara: “Jelas nyata! Setan itu makhluk halus, diciptakan dari api, suka goda manusia, masuk ke tubuh lewat telinga, dan bikin orang kesurupan, teriak-teriak, sampai harus dipanggilkan guru spiritual!” Aab nyeruput kopi, lalu senyum: “Kalau setan bisa masuk lewat telinga… berarti dia kena otitis eksterna, Pak Ustadz.”  Semua tertawa.  Termasuk Ustadz Miqdam.  Tapi dia balik: “Kamu mau bantah dalil dengan canda?”  Aab santai: “Nggak, Pak. Saya mau bantah kebingungan dengan fakta.  Boleh saya tanya:  Kalau setan itu nyata, kenapa nggak pernah muncul di rekaman MRI? K...

Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko

 Judul: Naka, Layya, dan Anin: Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko Di sebuah kafe kecil dengan meja kayu yang sederhana, Naka, Layya, dan Anin berkumpul sambil berbagi cerita. Di antara suara gelas dan obrolan ringan yang ramai, Mereka membahas sesuatu yang nyata, sering dianggap remeh tapi penting di kehidupan ini: uang, waktu, dan risiko. Naka: "Kenapa Uang Itu Selalu Jadi Topik Penting?" Naka membuka percakapan dengan serius, “Kenapa sih, uang itu selalu jadi topik yang bikin semua orang serius? Aku lihat Ayah dan Ibu sering bicara soal anggaran, Kadang mereka terlihat khawatir, kadang mereka terlihat lega setelah membuat perhitungan.” Anin tersenyum sambil menyeruput teh, “Karena uang itu alat, Naka, bukan tujuan. Ayahku bilang, ‘Anin, uang itu bukan segalanya, Tapi kalau kamu nggak bisa mengelolanya, kamu bisa kehilangan banyak hal yang penting di dunia.’” Layya menimpali, “Benar. Ibu bilang, uang itu seperti benih, Kalau kamu tanam dengan baik, dia akan tumbuh menjadi po...

Petani dan Air Hujan

Cerita Singkat: Petani dan Air Hujan Di sebuah desa, hidup seorang petani muda yang rajin.   Setiap pagi dia bangun lebih awal, mencangkul, menyiangi rumput, menyiram sawah.   Tapi musim kemarau datang.   Hujan tidak turun selama 3 bulan.   Sawah kering. Benih mati.   Orang-orang bilang:   "Kamu sudah gagal. Berhentilah." Tapi petani itu tidak berhenti.   Dia tetap mencangkul tanah yang kering.   Anak-anak desa heran:   "Untuk apa mencangkul tanah kering?" Dia tersenyum:   > "Aku tidak mencangkul untuk menanam hari ini.   > Aku mencangkul agar tanah siap —   > saat hujan akhirnya turun." 6 minggu kemudian, hujan turun deras.   Petani itu langsung menabur benih.   Sementara petani lain masih sibuk memperbaiki lahan yang keras,   dia sudah mulai menanam.   Musim panen tiba.   Lahannya menghasilkan padi paling sub...