Langsung ke konten utama

BERGEMA di KEABADIAN

 "Apa yang Engkau lakukan dan apa yang Kau katakan akan terus BERGEMA di KEABADIAN." 


Kehidupan akan terlihat sebagai SAMUDRA KESADARAN yang sangat luas dimana kita semua menjadi bagian dari lautan kesadaran itu. Meskipun terlihat terpisah-pisah, tetapi sebenarnya kita semua adalah satu kesatuan (ONENESS). Menyakiti orang lain, sebenarnya juga akhirnya akan MENYAKITI KITA SENDIRI. MEMBANTU ORANG LAIN dalam perjalanannya, sebenarnya juga membantu kita sendiri. 

Kita adalah jiwa-jiwa yang sedang bertualang, terkagum kagum akan kehidupan yang sedang kita jalani ini. Sasarannya adalah “BELAJAR” dan terus MELATIH DIRI untuk MEMATANGKAN JIWA, sampai akhirnya kita memperoleh PENCERAHAN dan KEBEBASAN. Kehidupan ini seperti sebuah GAME, dimana untuk bisa mencapai tingkat berikutnya, kita harus selesai dengan level yang sedang kita jalani saat ini.

 

Agar perjalanan bisa terus MAJU, maka LANGKAH AWAL yang harus kita lakukan adalah “MENERIMA DENGAN SEPENUH HATI” sebagai apa, dan dimana kita saat ini. Tujuannya agar pikiran dan semua usaha kita, bisa digunakan untuk MAJU dan tidak menyesali keadaan saat ini. "KITA HANYA BISA MAJU SETELAH LEKAS DARI SEGALA PENYESALAN, KEKECEWAAN DAN MARAH ATAS KEADAAN KITA SAAT INI."


Hidup adalah sebuah PELUANG yang HARUS DIGUNAKAN dengan sebaik-baiknya demi KESEMPURNAAN JIWA dengan TERUS BELAJAR, MEMBACA, BERPIKIR, MERENUNG, BERDISKUSI DAN MENARIK KESIMPULAN. Kesimpulan yang akan menjadikan kita LEBIH BIJAKSANA dan MATANG. Kesimpulan yang akan TERUS kita UJI dan PERTANYAKAN, TERUS KITA ASAH, agar bisa MENDAPATKAN KEBIJAKSANAAN yang LEBIH BAIK LAGI. 

Semua usaha itu akan bermanfaat bagi kehidupan kita saat ini dan bisa bermanfaat juga bagi kehidupan kita selanjutnya, dimana proses belajarnya akan SEMAKIN MUDAH dan MENYENANGKAN. Tahapan-tahapan yang akan terus menerus mendekatkan kita kepada KESEMPURNAAN JIWA YANG MATANG, TERCERAHKAN dan MERDEKA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesurupan Setan?

 CERITA: Obrolan di Warung Kopi yang Bikin Ustadz Nyerah Di sebuah warung kopi dekat kampus,  ada obrolan panas antara tiga orang:  - Aab, mahasiswa psikologi  - Ustadz Miqdam, dai muda yang aktif di kajian  - Pak Juki, tukang ojek yang suka baca Al-Qur’an sambil nunggu penumpang  Topiknya:  "Setan dan kesurupan itu nyata nggak sih?" Ustadz Miqdam langsung angkat suara: “Jelas nyata! Setan itu makhluk halus, diciptakan dari api, suka goda manusia, masuk ke tubuh lewat telinga, dan bikin orang kesurupan, teriak-teriak, sampai harus dipanggilkan guru spiritual!” Aab nyeruput kopi, lalu senyum: “Kalau setan bisa masuk lewat telinga… berarti dia kena otitis eksterna, Pak Ustadz.”  Semua tertawa.  Termasuk Ustadz Miqdam.  Tapi dia balik: “Kamu mau bantah dalil dengan canda?”  Aab santai: “Nggak, Pak. Saya mau bantah kebingungan dengan fakta.  Boleh saya tanya:  Kalau setan itu nyata, kenapa nggak pernah muncul di rekaman MRI? K...

Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko

 Judul: Naka, Layya, dan Anin: Menghitung Uang, Waktu, dan Risiko Di sebuah kafe kecil dengan meja kayu yang sederhana, Naka, Layya, dan Anin berkumpul sambil berbagi cerita. Di antara suara gelas dan obrolan ringan yang ramai, Mereka membahas sesuatu yang nyata, sering dianggap remeh tapi penting di kehidupan ini: uang, waktu, dan risiko. Naka: "Kenapa Uang Itu Selalu Jadi Topik Penting?" Naka membuka percakapan dengan serius, “Kenapa sih, uang itu selalu jadi topik yang bikin semua orang serius? Aku lihat Ayah dan Ibu sering bicara soal anggaran, Kadang mereka terlihat khawatir, kadang mereka terlihat lega setelah membuat perhitungan.” Anin tersenyum sambil menyeruput teh, “Karena uang itu alat, Naka, bukan tujuan. Ayahku bilang, ‘Anin, uang itu bukan segalanya, Tapi kalau kamu nggak bisa mengelolanya, kamu bisa kehilangan banyak hal yang penting di dunia.’” Layya menimpali, “Benar. Ibu bilang, uang itu seperti benih, Kalau kamu tanam dengan baik, dia akan tumbuh menjadi po...

Petani dan Air Hujan

Cerita Singkat: Petani dan Air Hujan Di sebuah desa, hidup seorang petani muda yang rajin.   Setiap pagi dia bangun lebih awal, mencangkul, menyiangi rumput, menyiram sawah.   Tapi musim kemarau datang.   Hujan tidak turun selama 3 bulan.   Sawah kering. Benih mati.   Orang-orang bilang:   "Kamu sudah gagal. Berhentilah." Tapi petani itu tidak berhenti.   Dia tetap mencangkul tanah yang kering.   Anak-anak desa heran:   "Untuk apa mencangkul tanah kering?" Dia tersenyum:   > "Aku tidak mencangkul untuk menanam hari ini.   > Aku mencangkul agar tanah siap —   > saat hujan akhirnya turun." 6 minggu kemudian, hujan turun deras.   Petani itu langsung menabur benih.   Sementara petani lain masih sibuk memperbaiki lahan yang keras,   dia sudah mulai menanam.   Musim panen tiba.   Lahannya menghasilkan padi paling sub...